KINI, penerapan teknologi untuk pendidikan sudah sangat mendesak.
Sekolah bertanggung jawab mempersiapkan anak didik memasuki era
globalisasi untuk menghadapi tantangan yang berubah sangat cepat. Salah
satu tantangan yang dihadapi siswa adalah menjadi lulusan (pekerja) yang
lebih bermutu.
Penyiapan lulusan menjadi pekerja bermutu sangat penting. Mengingat,
hanya 30% lulusan SMA di negeri ini yang mampu melanjutkan ke perguruan
tinggi. Selebihnya jadi pekerja. Sebagian lulusan yang tak melanjutkan
pendidikan semestinya mendapat bekal penguasaan teknologi memadai, tanpa
mengesampingkan lulusan yang melanjutkan ke perguruan tinggi.
Pemanfaatan teknologi untuk proses pembelajaran di sekolah perlu.
Sebab, yang terpenting dalam reformasi pendidikan bukan kemampuan
menggunakan teknologi, melainkan lebih pada kemampuan membangun inovasi
dan kreativitas menghadapi masa depan yang lebih kompetitif secara
global.
Membangun kreativitas anak didik dalam proses pembelajaran, baik di
kelas maupun luar kelas, hanya dapat dilakukan para guru kreatif. Bukan
guru yang cuma dapat menggunakan peralatan berteknologi canggih.
Salah Kaprah Selama ini penggunaan teknologi di dunia pendidikan lebih
identik dengan komputerisasi. Bahkan muncul anggapan, belajar yang
paling baik adalah lewat internet. Sebab, muncul asumsi melalui
internet, siswa mampu mengakses berbagai ilmu pengetahuan. Banyak guru
pula memberikan tugas lewat internet.
Namun terkadang kita tak menyadari, di balik kecanggihan internet,
siswa dapat terjerumus menghadapi banjir informasi yang lebih kejam
dalam membunuh karakter dan kepribadian anak. Lihat, betapa mudah kita
mengakses foto bugil dan film porno dari internet.
Betapa sekarang para guru tak terkejut jika membaca berita di
Kompas.com bahwa seorang siswa SD di Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering
Ilir, mengakui menyisihkan uang jajan setiap hari untuk bermain game
online di warnet selama satu jam penuh. Sehari saja tak pergi ke
internet, dia pusing. Bahkan anak itu sekarang sudah tak lagi jajan di
sekolah. Dia sudah kecanduan internet, sehingga cenderung malas belajar.
Apakah dia hanya bermain game online? Bagaimana dengan siswa dan
anak-anak kita? Apakah kita yakin mereka belum melihat video porno Luna
Maya-Ariel-Cut Tari atau film porno yang lain? Padahal, mereka baru
duduk di bangku SD atau SMP bukan?
Kesalahpahaman penggunaan teknologi itu muncul lebih karena pemasaran
dari bisnis tertentu oleh orang-orang dengan kepentingan tersendiri.
Atau, kita banding-bandingkan dengan pendidikan di luar negeri yang
bermutu. Namun, bagaimana dengan negara kita yang masih jadi konsummen
produk luar negeri? Lihat saja rasio penggunaan komputer untuk siswa,
yakni satu komputer untuk 2.000 orang. Jelaslah pembelajaran dengan
komputer dan e-learning bukan pemecahan.
Pembelajaran bukan upaya mengejar sebanyak-banyak materi yang dapat
diberikan kepada siswa atau kemampuan menggunakan teknologi canggih.
Namun, bagaimana meningkatkan mutu proses pembelajaran. Pembelajaran
praktik, terutama di sekolah dasar, adalah pilihan bijak. Teknologi
canggih hanya sebagian dari teknologi untuk menciptakan proses
pembelajaran yang bermutu.
Di negara maju pun tidak selamanya proses pembelajaran menggunakan
teknologi canggih. Guru-guru di Jepang, misalnya, masih menggunakan
teknologi seperti realitas (barang asli) yang sederhana. Dulu, mereka
mengajarkan bahasa dengan komputer “call”.
Namun kini mereka menggantikan dengan bahan dari kertas. Guru
memanipulasi bahan menjadi peraga yang dapat meningkatkan imajinasi
sebagai media pembelajaran paling efektif.
Teknologi Untuk Pendidikan
Penggunaan teknologi sesederhana mungkin jauh lebih efektif untuk
membangun kreativitas siswa. Penggunaan teknologi canggih justru membuat
siswa pasif dalam belajar karena hanya disuapi. Teknologi canggih
seperti komputer sebenarnya akan merendahkan mutu pendidikan jika
diposisikan sebagai satu-satunya alat.
Pembelajaran aktif seperti e-learning yang hanya mengajak siswa
memanipulasi mouse sambil berkomunikasi dan nonton layar monitor akan
membunuh kreativitas karena outcome-nya sangat ditentukan.
Tugas Guru Tantangan bagi dunia pendidikan saat ini adalah meningkatkan
kemampuan guru untuk melakukan pembelajaran aktif. Bukan menyiapkan guru
yang mampu mengoperasikan peranti berteknologi canggih.
Perubahan itu harus terus dilakukan oleh jajaran pendidikan. Di mana
siswa belajar? Siswa mampu berpikir kreatif, reflektif, bahkan
menghayati topik yang dipelajari. Anak mampu memikirkan pikiran mereka
sendiri dalam cakupan pertanyaan lebih luas dan tak hanya berkait dengan
aspek kognitif.
Penerapan teknologi di dunia pendidikan perlu diintegrasikan dalam perencanaan semua aspek pengembangan secara seimbang.
Penyediaan teknologi bukan semata-mata proyek pengadaan barang, yang
setelah terbeli menjadi barang inventaris sekolah sebagai pelengkap
akreditasi.
Pemecahan terbaik adalah menciptakan guru kreatif yang mampu
mengajarkan ilmu sains roket hanya dengan whiteboard maker sebagai alat
peraga. Atau, mengajar tentang alat komunikasi telepon dengan dua kaleng
yang dilubangi untuk mengaitkan dua utas benang yang berhubungan
sebagai peraga komunikasi di sekolah dasar. Guru tak hanya
menggantungkan pembelajaran dengan menonton film animasi untuk
menjelaskan materi itu.
Pertanyaannya, apakah guru yang mampu mengajarkan perihal alat
transportasi modern dengan kayu yang dibentuk seperti mobil dengan roda
dari sandal jepit bekas adalah guru gagap teknologi (gaptek)? Apakah
guru yang mengajarkan cerita rakyat dengan peraga wayang alang-alang
ketinggalan zaman? Bukankah teknologi sederhana dan bentuk apa pun dapat
digunakan selama dapat meningkatkan kreativitas siswa? (51)
tampilan pada posting terlihat sedikit lalu ada tulisan baca selengkapnya. Nah caranya seperti tadi padacettingan kita. jika lum mudeng ya..piye meneh..
BalasHapus